Purwokerto – Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, mengadakan Kuliah Umum yang selama 2 (dua) berturut-turut yang diperuntukan untuk mahasiswa program sarjana kelas internasional FH Unsoed di hari pertama (Selasa, 5/11/2024) dengan tema “Implementation of the Law of Treaties In Malaysia” dan mahasiswa pascasarjana serta dosen FH Unsoed dengan tema utama “Environmental Law: Comparison in ASEAN Countries)” di hari yang kedua (Rabu, 6/11/2024) guna dalam rangka memberikan wawasan mendalam tentang perkembangan ketatanegaraan di Malaysia. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman dengan bangga menghadirkan Pn. Rozlinda Mohamed Fadzil, LL.B., LL.M. sebagai narasumber yang merupakan Dosen dari Fakulti Undang-Undang, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).
Dalam kata sambutannya, Wakil Dekan Bidang Akademik FH Unsoed Bapak Dr. Tedi Sudrajat, S.H., M.H. menyampaikan kuliah umum dengan tema mempelajari ketatanegaraan di Malaysia bagi mahasiswa Fakultas Hukum Unsoed sendiri memberikan beberapa tujuan yang bermanfaat, diantaranya adalah untuk memahami sistem hukum Malaysia, pengenalan undang-undang negara lain yang lebih spesifik, memahami konteks sejarah dan sosial, menekankan pentingnya kerjasama dan keterbukaan antarbangsa serta menginspirasi kolaborasi akademis dan riset terutama bagi civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Pn. Rozlinda Mohamed Fadzil, LL.B., LL.M. menyampaikan awal konflik lingkungan antara Malaysia dengan berawal dari negara Singapura yang merupakan negara pulau yang terletak di ujung selatan Semenanjung Malaysia dan tidak memiliki sumber daya air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Karena itu, Singapura bergantung pada pasokan air dari Malaysia, yang memiliki beberapa sungai besar yang mengalir ke arah selatan, termasuk Sungai Johor. Pada masa kolonial Inggris, 2 (dua) negara ini menandatangani perjanjian mengenai pasokan air. Salah satu perjanjian yang paling penting adalah Perjanjian Air 1962 antara Malaysia dan Singapura. Perjanjian ini memberikan hak bagi Singapura untuk mendapatkan air bersih dari Malaysia, terutama dari Sungai Johor, dengan harga yang sangat rendah. Singapura mendapat pasokan air sekitar 250 juta galon sehari dari Malaysia dengan harga yang sangat murah, yakni handy 0,03 sen per 1,000 galon (nilai ini sangat rendah, bahkan dianggap sebagai harga simbolis).
Sejak perjanjian tersebut ditandatangani, ketegangan mengenai pasokan air sering muncul, terutama menjelang masa berakhirnya perjanjian pada tahun 2061. Ketegangan tersebut menjadi lebih nyata pada tahun-tahun terakhir karena perubahan politik di kedua negara, serta kebijakan ekonomi yang lebih mengutamakan keuntungan dari sumber daya alam, termasuk air. Beberapa kali Malaysia mengancam untuk menghentikan pasokan air ke Singapura, terutama pada masa pemerintahan mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, yang menyatakan bahwa Malaysia seharusnya mendapatkan harga yang lebih baik untuk air yang dipasok ke Singapura. Hal ini meningkatkan ketegangan antara kedua negara, tetapi pada saat yang sama, Singapura berusaha mempertahankan perjanjian tersebut dengan berbagai upaya diplomasi.
Kuliah Umum Environmental Law : Compararison in ASEAN countries
Posted in Berita