Menu Tutup

Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H Dikukuhkan menjadi Guru Besar Bagian Hukum Acara Pidana

IMG_4660.JPG

Rabu, (11/3), Universitas Jenderal Soedirman mengukuhkan Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H sebagai Guru Besar Bidang Hukum Acara Pidana. Dikukuhkannya Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H sebagai Guru Besar juga membanggakan bagi Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Unsoed karena menambah deretan Guru Besar di Fakultas Hukum menjadi 6. Upacara pengukuhan berlangsung di Gedung Soemarjito, dipimpin oleh Rektor Unsoed Dr. Ir Achmad Iqbal, M.Si. Pria kelahiran Karanganyar, 24 Juli 1964 lalu ini, secara resmi menerima SK Pengangkatan Guru Besar (Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indoneisa Nomor : 4254/A4.3/KP/2015) pada 9 Januari 2015 lalu dan menjadikannya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Acara Pidana. Ayah dari 2 orang anak yang hobi bermain pencak silat ini merupakan lulusan S3 Universitas Diponegoro Semarang, beliau juga merupakan lulusan atau alumni Fakultas Hukum Unsoed sedangkan studi S2nya diselesaikan di Universitas Indonesia.

Dalam pengukuhan itu Hibnu Nugroho menyampaikan Orasi Ilmiah yang berjudul “Sad Pangartika Upaya Percepatan Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Dalam Pidatonya Hibnu Nugroho mengungkapkan bahwa tahapan penyidikan dalam rangkaian proses penegakan hukum merupakan ujung tombak keberhasilan (the gate keeper of criminal justice system) atau bahkan kehancuran proses selanjutnya. “agar lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan menyidik tipikor dapat secara optimal melaksanakan kewenangananya namun juga terintegrasi, mengeliminir munculnya gesekan vertikal maupun horizontal, adapun pokok-pokok pemikiran upaya percepatan yang disampaikan yaitu Pemberlakuan Hukum Acara Pidana Khusus (lex specialis) bagi KPK, Integralisasi Penyidikan Tipikor, Optimalisasi Fungsi Koordinasi dan Supervisi KPK, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi, Optimalisasi Penerapan Ketentuan Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Tindak Pidana Korupsi, Perlidungan Terhadap Saksi dalam Tipikor”

Diakhir Pidato pengukuhan beliau mengungkapkan bahwa Sad Pangartika memiliki arti sebagai enam pokok pikiran. Saya mempergunakan istilah dalam bahasa Jawa kuno sebagai penghormatan terhadap budaya asli Indonesia yang bila bukan kita yang mempergunakannya maka siapa lagi yang akan mengenalnya. Dia juga menambahkan bahwa Sad Pangartika tersebut merupakan hasil penelitian yang telah saya lakukan dari dua dasawarsa dan hingga saat ini terus saya kembangkan. Semuanya belum berakhir dan akan terus berkembang Insya Allah, saya meyakini akan menjadi semakin baik.

Posted in Berita